ASKEB IV PATOLOGI KEBIDANAN: ASKEB IV (PATOLOGI KEBIDANAN)

Senin, 04 Juni 2012

0

ASKEB IV (PATOLOGI KEBIDANAN)



1.1  Komplikasi kelainan, penyakit dalam persalinan
v  Pemeriksaan kehamilan dini
2. Kontak dini kehamilan trimester I
3. Skrining untuk deteksi
4. ANC Berdasarkan Kebutuhan Individu
sesuatu untuk semuanya, tetapi lebih untuk yang membutuhkan sesuai dengan kebutuhannya.

Resiko Tinggi Ibu hamil dengan faktor resikonya dapat diamati dan ditemukan sedini mungkin pada awal kehamilan pada ibu hamil yang masih sehat dan merasa sehat. Skrining Antenetal
Melakukan Deteksi dini Resiko Tinggi ibu hamil dengan macam faktor resikonya.
BATASAN FAKTOR RESIKO PADA IBU HAMIL
• KELOMPOK FR I/ Ada potensi resiko
1. Primi Muda : Terlalu Muda hamil pertma umur 16 tahun atu kurang
2. Primi Tua : a. Terlalu tua, hamil pertama umur 35 tahun atau lebih
b. Terlalu lambat hamil. Setelah kawin 4 tahun lebih
3. Primi Tua : Terlalu lama punya anak lagi, terkecil 10 tahun lebih
Sekunder
4. Anak Terkecil : Terlau cepat punya anak lagi, kurang 2 tahun
<2 tahun
5. Grende Multi : Terlalu banyak punya anak 4 atau lebih
6. Umur ≤ 35 tahun : Terlalu tua, hamil umur 35 tahun atau lebih
7. Tinggi Badan
≤ 145 : Terlalu pendek pada hamil pertama, kedua atau lebih belum pernah melahirkan normal dengan bayi cukp bulan dan hidup.
8. Pernah Gagal
Kehamilan : Pernah gagal pada kehamilan yang lalu hamil yang pertama gagal Hamil ketiga/ lebih mengalami gagal 2 kali
9. Pernah Melahirkan
Dengan : a. Tarikan
b. Uri dikeluarkan oleh penolong dari dalam rahim
c. Pernah diinfus/ transfuse pada pendarahan post partum
10. Bekas Operasi
Sesar : Pernah melahirkan bayi dengan operasi sesar sebelum kehamilan ini
• KELOMPOK FR II/ Ada Resiko
11. Ibu Hamil Dengan Penyakit :
a. Anemia : Pucat, lemas badan lekas lelah
b. Malaria : Panas Tinggi, Menggigil keluar keringat, sakit kepala
c. Tuber Colosa Paru : Batuk lama tidak sembuh-sembuh, batuk darah badan lemahlesu dan kurus
d. Payah Jantung : Sesak nafas, jantung berdebar, kaki bengkak
e. Penyakit lain : PSM
12. Preeklamsi Ringan : Bengkak tungkai dan tekanan darah tinggi
13. Hamil Kembar/ gemeli : Perut ibu sangat membesar, gerak anak terasa di beberapa tempat
14.Kembar Air/ Hidramnion : Perut ibu sangat membesar, gerak anak tidak begitu terasa, karena air ketuban terlalu banyak, biasanya anak kecil
15.Bayi mati dalam : Ibu hamil tidak terasa gerakan anak lagi kandungan
16. Hamil lebih bulan
(Serotinus) : Ibu hamil 9 bulan dan lebih 2 munggu belum melahirkan.

17. Letak Sungsang : di atas perut : kepala bayi ada diatas dalam rahim , * Kelainan letak sungsang : Rasa berat (nggandol) menunjukkan letak kepala janin
18. Letak Lintang : Disamping perut : kepala bayi didalam rahim terletak dosebelah kanan atau kiri
• KELOMPOK FR. III/ Ada Gawat Darurat
19. Perdarahan sbl bayi lahir : Mengeluarkan pada waktu hamil, sebelum kelahiran bayi
20. Preeklamsia Berat/
Eklamsia : Pada hamil 6 bulan lebih : sakit kepala, atau pusing, bengkak tungkai/ ditambah dengan terjadi kejang-kejang

Deteksi dini penyulit persalinan
• Partograf pada setiap persalinan kala I aktif
- Djj
- Air Ketuban U,J,M,D
- Molase
- Ø
- Penurunan kepala
- Waktu
- Jam
- Kontraksi
- Oksitosin
- Obat
- Nadi, TD, Temp
- Protein, Aseton dan volume urin
Deteksi dini komplikasi masa nifas
• Anemia
1. Risiko ini terjadi bila ibu mengalami perdarahan yang banyak, apalagi bila sudah sejak masa kehamilan kekurangan darah terjadi. Di masa nifas, anemia bisa menyebabkan rahim susah berkontraksi. Ini karena darah tak cukup memberikan oksigen ke rahim.

• Eklampsia dan preeklampsia
Selama masa nifas di hari ke-1 sampai 28, ibu harus mewaspadai munculnya gejala preeklampsia. Jika keadaannya bertambah berat bisa terjadi eklampsia, dimana kesadaran hilang dan tekanan darah meningkat tinggi sekali. Akibatnya, pembuluh darah otak bisa pecah, terjadi oedema pada paru-paru yang memicu batuk berdarah. Semuanya ini bisa menyebabkan kematian.
• Perdarahan postpartum
1. Perdarahan ini bisa terjadi segera begitu ibu melahirkan. Terutama di dua jam pertama yang kemungkinannya sangat tinggi
2. terjadi perdarahan, maka tinggi rahim akan bertambah naik

Involusi TFU Berat Uterus
Bayi lahir Setinggi Pusat 1000 gram
Uri Lahir 2 Jari b/ pusat 750 gram
1 minggu ½ pusat sympisis 500 gram
2 minggu Tidak teraba 350 gram
6 minggu Tambah kecil 50 gram
8 minggu Sebesar normal 30 gram
• Depresi masa nifas
1. Terjadi terutama di minggu-minggu pertama setelah melahirkan, di mana kadar hormon masih tinggi.
2. Gejalanya adalah gelisah, sedih, dan ingin menangis tanpa sebab yang jelas.
3. Tingkatannya bermacam-macam, mulai dari neurosis atau gelisah saja yang disertai kelainan tingkah laku, sampai psikosis seperti penderita sakit jiwa dan kadang-kadang sampai tak sadar, seperti meracau, mengamuk, dan skizofrenia. Situasi depresi ini akan sembuh bila ibu bisa beradaptasi dengan situasi nyatanya.
• Infeksi masa nifas
1. Pada saat nifas, adanya darah yang keluar merupakan proses pembersihan rahim dari sel-sel sisa jaringan, darah, lekosit, dan lainnya.
2. Gejala infeksi nifas tergantung pada bagian tubuh yang diserang. Pada minggu-minggu pertama, gejala yang terjadi akibat perluasan infeksi biasanya belum terlihat. Setelah infeksi berkembang lebih lanjut, barulah gejala berikut mulai terlihat.
3. Bila infeksi terjadi pada daerah antara lubang vagina dan anus, bagian luar alat kelamin, vagina atau mulut rahim , biasanya timbul gejala, yakni:
- Rasa nyeri dan panas pada tempat yang terinfeksi.
- Kadang-kadang, rasa perih muncul ketika buang air kecil.
- Sering juga disertai demam.
4. Bila terjadi infeksi pada selaput lendir rahim , gejalanya bisa dikenali dari cairan yang keluar setelah melahirkan. Cairan ini seringkali tertahan oleh darah, sisa-sisa plasenta atau selaput ketuban. Padahal, ini mengakibatkan gejala berikut:
- Suhu tubuh meningkat.
- Rahim membesar disertai rasa nyeri.
5. Bila infeksi menyebar melalui pembuluh darah balik ke berbagai organ tubuh , seperti paru-paru, ginjal, otak, atau jantung, akan mengakibatkan terjadinya abses-abses di tempat tersebut.
6. Bila infeksi menyebar melalui pembuluh getah bening dalam rahim , dapat langsung menuju selaput perut atau kadang melalui permukaan selaput lendir rahim menuju saluran telur serta indung telur. Nah, gejala yang akan muncul berupa:
- Rasa sakit.
- Denyut nadi meningkat
- Suhu tubuh meningkat disertai menggigil.
7. Jika infeksi terjadi, ibu mengalami gejala demam tinggi dan nifasnya berbau busuk. Selain itu rahim bisa menjadi lembek dan tak berkontraksi sehingga bisa terjadi perdarahan. Meski infeksi ini jarang berakibat fatal, tapi bila terjadi komplikasi bisa menyebabkan kematian.
1.2 DISTOSIA KELAINAN JANIN
Roy (2003) mengemukakan pendapatnya bahwa tingginya diagnosa distosia merupakan akibat dari perkembangan perubahan lingkungan yang berlangsung lebih cepat dari pada perkembangan evolusi manusia itu sendiri.
Joseph dkk (2003) melakukan analisa karakteristik maternal berkaitan dengan kenaikan angka kejadian SC di Nova Scotia. Mereka melaporkan bahwa kenaikan angka kejadian SC tersebut berhubungan dengan perubahan pada usia maternal, paritas, berat badan sebelum hamil dan pertambahan berat badan selama kehamilan.
Nuthalapaty dkk (2004) dan Wilkes dkk (2003) mengemukakan adanya hubungan antara berat badan maternal dengan distosia.
PANDANGAN UMUM
Distosia merupakan akibat dari 4 gangguan atau kombinasi antara :.
  1. Kelainan Tenaga Persalinan. Kekuatan His yang tidak memadai atau tidak terkordinasi dengan baik agar dapat terjadi dilatasi dan pendataan servik (uterine dysfunction) serta gangguan kontraksi otot abdomen dan dasar panggul pada kala II.
  2. Kelainan Presentasi-Posisi dan Perkembangan janin
  3. Kelainan pada Tulang Panggul (kesempitan panggul)
  4. Kelainan Jaringan Lunak dari saluran reproduksi yang menghalangi desensus janin
Secara sederhana, kelainan diatas dapat secara mekanis dikelompokkan kedalam 3 golongan :
  1. Kelainan POWER : kontraksi uterus dan kemampuan ibu meneran
  2. Kelainan PASSANGER : keadaan janin
  3. Kelainan PASSAGE : keadaan panggul
aclip_image002

“Over” Diagnosa Distosia
Kombinasi dari berbagai keadaan yang terlihat pada tabel 1 diatas sering mengakibatkan disfungsi persalinan. Saat ini, terminologi “cephalopelvic disproportion” atau “failure to progress” sering digunakan untuk menyatakan adanya proses persalinan yang tidak efektif.
“Cephalopelvic Disproportion”
CPD adalah diagnosa yang sangat tidak objektif oleh karena lebih dari 2/3 pasien dengan diagnosa CPD dan menjalani SC, pada persalinan selanjutnya ternyata dapat melahirkan janin spontan pervaginam yang tidak jarang lebih besar dan lebih berat dari persalinan sebelumnya.
“Failure to Progress” ( partus tak maju )
Istilah ini menjadi terminologi populer untuk menyatakan adanya persalinan yang berlangsung tidak efektif pada persalinan spontan atau dengan induksi oksitosin.
Terminologi ini biasa digunakan pada situasi dimana tidak terjadi kemajuan dilatasi servik dan atau desensus janin atau terjadi kemajuan yang tidak normal.
Sudah menjadi pendapat umum sekarang ini bahwa diagnosa distosia pada persalinan dengan SC merupakan hal yang bersifat overdiagnosis.
Tindakan SC dengan indikasi distosia sering menjadi hal yang bersifat kontroversial oleh karena beberapa hal :
    1. Penegakkan diagnosa distosia yang tak tepat
    2. Efek pengunaan analgesia epidural tak diperhitungkan
    3. Kecemasan medikolegal yang berlebihan
    4. Kenyamanan klinis bagi dokter atau pasien ( dokter terburu-buru atau pasien menghendaki hal yang “terbaik” bagi dirinya )
    5. Stimulasi oksitosin tidak diberikan dengan metode yang tepat dan benar.
Rekomendasi dari American College of Obstetricians and Gynecologist (1995a) sebelum diagnosa distosia ditegakkan, dilatasi servik harus sudah lebih dari 4cm ( pasien sudah masuk persalinan aktif ) .
MEKANISME DISTOSIA
Pada akhir kehamilan, agar dapat melewati jalan lahir kepala harus dapat mengatasi tebalnya segmen bawah rahim dan servik yang masih belum mengalami dilatasi. Perkembangan otot uterus di daerah fundus uteri dan daya dorong terhadap bagian terendah janin adalah faktor yang mempengaruhi kemajuan persalinan kala I.
Setelah dilatasi servik lengkap, hubungan mekanis antara ukuran dan posisi kepala janin serta kapasitas panggul (fetopelvic proportion) dikatakan baik bila sudah terjadi desensus janin.
Gangguan fungsi otot uterus dapat disebabkan oleh regangan uterus berlebihan dan atau partus macet [obstructed labor]. Dengan demikian maka persalinan yang tidak berlangsung secara efektif adalah merupakan tanda akan adanya fetopelvic disproportion.
Membedakan gangguan persalinan menjadi disfungsi uterus dan fetopelvic disproportion secara tegas adalah tindakan yang tidak tepat oleh karena kedua hal tersebut sebenarnya memiliki hubungan yang erat.
Kondisi tulang panggul bukan satu-satunya penentu keberhasilan berlangsungnya proses persalinan pervaginam. Bila tidak ada data objektif untuk mendukung adanya disfungsi uterus dan FPD, harus dilakukan TRIAL of LABOR untuk menentukan apakah persalinan pervaginam dapat berhasil pada sebuah persalinan yang diperkirakan akan berlangsung tidak efektif.
Banyak ahli yang berpendapat bahwa tindakan TRIAL of LABOR adalah merupakan prioritas utama untuk menurunkan kejadian sectio caesar.
ABNORMALITAS TENAGA PERSALINAN
Dilatasi servik dan propulsi serta ekspulsi janin dimungkinkan oleh adanya his dan usaha meneran ibu pada persalinan kala II.
Gangguan intensitas satu atau kedua faktor diatas akan menyebabkan perjalanan partus yang terhambat atau terganggu.
Diagnosa disfungsi uterus pada kala I fase laten sulit ditegakkan dan umumnya dibuat secara retrospektif. Salah satu kesalahan yang sering dilakukan adalah terapi disfungsi uterus pada pasien yang masih belum inpartu.
3 hal penting yang perlu mendapat perhatian dalam penatalaksanaan disfungsi uterus:
  1. Membiarkan berlangsungnya partus lama tanpa tindakan akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal.
  2. Oksitosin drip dapat digunakan untuk mengatasi beberapa jenis disfungsi uterus.
  3. Pada kasus dengan kegagalan atau terdapat kontra-indikasi oksitosin drip, pilihan untuk melakukan SC lebih utama dibandingkan pilihan persalinan dengan ekstrasi cunam tengah yang teknis sulit dikerjakan dan sering menimbulkan komplikasi.
JENIS DISFUNGSI UTERUS
Reynold dkk (1948) Kontraksi uterus pada persalinan normal ditandai dengan aktivitas miometrium yang bersifat gradual, dengan kontraksi terkuat dan berlangsung lama dibagian fundus uteri dan kearah servik kekuatan kontraksi uterus secara bertahap menjadi semakin berkurang.
Caldeyro-Barcia dkk (1950) dari Montevideo Uruguay menyatakan bahwa terdapat perbedaan waktu dari onset kontraksi uterus di daerah fundus uteri dan daerah pertengahan corpus uteri serta pada segmen bawah rahim.
Larks (1960) menjelaskan bahwa rangsangan yang berawal di bagian cornu akan diikuti oleh rangsangan berikutnya beberapa milidetik setelahnya, gelombang rangsangan akan saling menyatu dan diteruskan secara serentak dari fundus uteri kebagian bawah uterus.
Agar terjadi dilatasi servik, diperlukan kontraksi uterus dengan intensitas sekurang-kurangnya 15 mmHg. Kontraksi uterus yang berlangsung secara normal dapat menimbulkan tekanan intrauterin sampai 60 mmHg.
Dengan data diatas, maka disfungsi uterus dapat dibedakan menjadi :
Disfungsi uterus hipotonik :
    • Tidak ada tonus basal
    • Kontraksi uterus memiliki pola gradasi normal ( synchronous ) tetapi
    • Tekanan yang ditimbulkan oleh kontraksi uterus tidak cukup kuat untuk menyebabkan terjadinya dilatasi servik.
Disfungsi hipertonik ( incoordinate uterine dysfunction)
    • Basal tonus meningkat dan atau
    • Kekacauan dalam gradasi tekanan yang ditimbulkan oleh his akibat tekanan yang ditimbulkan oleh his dibagian tengah uterus lebih besar daripada yang dihasilkan oleh bagian fundus dan atau adanya peristiwa asinkronisme dari rangsang yang berasal

0 komentar:

Posting Komentar